PENGERTIAN ECENG GONDOK
Suatu jenis herba tahunan yang tumbuh mengapung di waduk, danau, sungai, dan rawa di daerah tropika. Koloni yang membentuk pulau terapung itu dapat menyebabkan pendangkalan, penyumbatan waduk, dan gangguan irigasi di perairan yang ditumbuhinya. Tingginya antara 40—80 sentimeter. Daunnya tersusun dalam roset, helaian daun berbentuk bulat telur melebar, dan tangkai daun menggembung menyerupai gondok. Bunganya tersusun dalam bulir yang terdiri atas 10—35 bunga berwarna lila. Di Jawa, buahnya tidak pernah berkembang dengan sempurna.
Pada mulanya eceng gondok diperkenalkan ke beberapa negara tropis sebagai tanaman hias. Tumbuhan ini pertama kali didatangkan ke Indonesia lewat Kebun Raya Bogor pada tahun 1894. Karena perkembangbiakan vegetatifnya cepat, eceng gondok menjadi gulma perairan yang sangat mengganggu. Misalnya di Rawa Pening, Jawa Tengah. Di daerah asalnya, yaitu Brasilia, eceng gondok tidak menimbulkan masalah karena beberapa penyakit dan serangga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhannya.
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat. Untuk melipatgandakan populasinya dibutuhkan waktu 2—4 hari saja. Dengan cepat tumbuhan ini menutupi permukaan air. Sinar matahari yang sangat dibutuhkan tumbuhan air akan terhalang. Begitu pula oksigen yang diperlukan hewan-hewan air akan diserap oleh akar-akar eceng gondok. Akibatnya, banyak tumbuhan dan hewan air yang ada di bawahnya mati. Di samping itu, perahu pun tidak dapat mengarungi perairan tersebut.
Upaya pengendalian gulma air ini perlu dilakukan secara terus-menerus karena pengendalian yang dilakukan satu kali saja tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam satu penelitian pengendalian di Rawa Pening, untuk mendapatkan populasi yang menurun, pemberantasan dikerjakan setiap minggu dengan target 25 persen populasi.
Banyak penelitian telah diadakan untuk memanfaatkan eceng gondok. Ternyata bagi pertumbuhannya, herba ini menyerap beberapa bahan kimia, termasuk bahan kimia dari limbah industri. Karena itu pada awal tahun 1970-an eceng gondok mulai dipakai untuk membersihkan limbah. Daun muda, tang- kai daun, serta perbungaan eceng gondok dapat dimakan, meskipun kurang disukai karena dapat menyebabkan gatal-gatal. Tumbuhan ini dapat juga dimanfaatkan sebagai makanan babi. Serat batangnya dapat dipintal sebagai bahan pengganti goni, atau diproses untuk kertas pembungkus. Di Indonesia ada yang pernah mengolah eceng gondok sebagai sumber pengganti biogas yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakar pemanas ataupun lampu penerangan. Bunganya digunakan untuk obat pada kuda yang sakit kulit. Tumbuhan ini mengandung asam sianida, triterpenoid, alkaloid dan juga kaya akan kalsium, fosforus, dan nitrogen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Klasifikasi Ilmiah. Eceng gondok termasuk Ponterderiaceae (Eceng-ecengan). Nama jenisnya Eichornia crassipes.