MENGENAL SYEKH JUNEID TALA
Syekh Juneid Tala, dilahirkan pada 1886 di sebuah desa bernama Hutadolok Maga, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Tapanuli Selatan, di kaki gunung Sorik Marapi. Ayahnya bernama Tala, adalah seorang petani yang rajin di desanya. Nama kecilnya adalah “Manonga” yang artinya di tengah, karena ia dilahirkan oleh ibunya persis di tengah-tengah rumah mereka. Konon ceritanya sang ibu sangat bersusah payah melahirkan si Manonga, sehingga dalam menahankan sakit itu sang
ibu gelisah dan selalu berpindah-pindah tempat. Dan akhirnya sampai ke bahagian tengah rumah, barn dapat melahirkan.
Pendidikannya dimulai Sekolah Rakyat di Maga sampai kelas III dan kemudian diteruskan ke Tanobato sampai selesai. Setelah tamat Sekolah Rakyat ini, ia kemudian belajar agama kepada seorang guru bernama Lobe Hasan yang pernah belajar kepada Syekh Abdul Wahab Besilam. Guru inilah kemudian yang menganjurkannya untuk meneruskan pelajaran ke Perguruan Besilam, kepada Syekh Abdul Wahab.
Bersama tiga orang temannya yang juga berniat untuk belajar, Manonga berangkat menuju Besilam. Ia dengan rajin dan tekun belajar di bawah bimbingan Syekh Abdul Wahab Besilam sendiri. Untuk membiayai kehidupannya, ia m engerj akan kebun penduduk sebagai tenaga upahan. Dalam pergaulannya sehari-hari ia terkenal zuhud dan tawadu, sehingga gurunya memberikan perhatian khusus kepada si Manonga. Akhirnya Syekh Abdul Wahab Besilam memberikan nama Juneid kepadanya sebagai peringatan pada nama Syekh Junaid al-Bagdadi salah seorang sufi besar dan terkenal.
Ketika pelajaran di Besilam telah ia selesaikan, Juneid kemudian melanjutkan pengembaraannya ke Kedah di tanah Semenanjung Malaya. Ia berguru kepada Saleh Misri. Dari sini kemudian ia terus ke Bukti Martajam dan Padang Rengas. Di Padang Rengas ini kebetulan tinggal seorang kaya asal Rao Lubuksikaping. Ia pun tinggal di Padang Rengas ini dan menjadi guru agama dan ia tinggal di rumah H. Mohammad Said, saudagar kaya asal Rao Lubuksikaping itu.
Akhlaknya yang baik serta pergaulannya yang menarik membuat H. Mohammad Said sendiri bermaksud mengambil dia menjadi menantu. Namun ia sudah bertekat hendak meneruskan pelajaran ke Mesir. Maka atas kesepakatan, bahwa mertuanya akan membiayai keberangkatannya dan sekolahnya di Mesh, serta istrinya bersedia tinggal di Padang Rengas, rnaka ia pun menikahi putri H. Mohammad Said bernama Syari’ah. Sesudah upacara pernikahan selesai, Juneid pun berangkat menuju Mesir.
Ia menetap di Mesh selama empat tahun. Di antara pelajar-pelajar asal Indonesia yang ketika belajar bersamanya di Me-sir, adalah Mukhtar Luthfi, tokoh Permi Sumatra Barat serta Syekh Idris, pengarang Kamus al-Marbawi. Dan malah diceritakan bahwa ia juga turut pada mulanya menyusun kamus tersebut. Tetapi ia keburu pulang ke kampung halaman dan hak penulisan ia serahkan kepada Syekh Idris al-Marbawi tersebut.
Sewaktu ia berada di Mesir, istrinya Syari’ah melahirkan seorang anak perempuan dan diberi nama Sakinah. Sekarang menjadi istri dan Menteri Haji Dato Ashri di Malaysia. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, Juneid kemudian singgah di Mekah, di samping menunaikan ibadat haji, juga berguru kepada Syekh Abdul Kadir al-Mandili di mesjid Haram. Bahkan tidak jarang pula Juneid diserahi tugas untuk menggantikan gurunya. itu mengajar murid-murid lain.
Pada 1925 ia kembali ke tanah kelahiran istrinya dan membuka perguruan di Padang Rengas tersebut. Kemudian setelah itu pada 1927 ia pun pulang ke kampung halaman di Hutadolok Maga.
Kedatangannya di kampung halaman disambut gembira oleh masyarakat. Ia menjadi guru agama sebagai pembantu di madrasah yang dipimpin oleh Rasyid Nasution. Tetapi madrasah itu akhirnya tidak mampu menampung murid-murid yang belajar disebabkan kehadiran Juneid tersebut yang ketika itu menjadi guru yang terkenal. Akhirnya masyarakat memberikan sebidang tanah untuk membangun madrasah yang lebih besar, yang kemudian menjadi Madrasah Islamiyah.
Salah satu ciri khas yang dikembangkan oleh Syekh Juneid di daerah tersebut adalah menggerakkan masyarakat untuk gemar berwakaf. Ia mempunyai kebun getah, sawah yang luas berupa harta wakaf, dalam membiayai penyiaran agama Islam yang digerakkannya itu.
Akhirnya ia wafat pada 30 Maret 1948 (20 Jumadiawal 1367 H) di Hutanamale Hutadolog Kotanopan. Di antara murid nya yang terkenal adalah Mukhtar Lin-tang, yang atas usahanya dapat meneruskan pelajaran ke Mesir.