MENGENAL JASSAS
Jassas adalah seorang ahli tafsir dan ahli usul-fikih ternama. Nama lengkapnya ialah Ahmad bin Ali dengan gelar Abu Bakar ar-Razi, yang terkenal dengan panggilan al-Jassas (penjual kapur rumah). Ia disebut demikian, karena dalam mencari nafkah hidup ia bekerja sebagai pembuat dan penjual kapur rumah. Ia lahir pada 305 H. di desa ar-Ray, sebuah tempat di Iran.
Begitu umurnya menginjak remaja, ia pindah ke Bagdad. Di Bagdad waktu itu ada seorang ulama besar bermazhab Hanafi, Abu al-Hasan al-Karkhi (260-340 H), seorang ahli Usul-Fikih. Pertentangan antara aliran fikih Irak dan aliran fikih Hijaz masih dalam hangatnya, dan Abu alHasan al-Karkhi adalah seorang pembela mazhab Hanafi di Irak. Kepad a orang alim inilah al Jassasberguru dan mendalami fikih Hanafi. Buku Usul-Fikih karangan Abu al-Hasan al-Karkhi adalah salah satu buku usul-fikih standar dalam mazhab Hanafi, dan buku itulah yang dipelajari dan didalami al-Jassas dari pengarangnya. Ulama-ulama lain tempat ia menimba ilmu pengetahuan ialah Abu Sahl az-Zujaj, Abu Sald al Barda’i, dan Musa bin Nasr arRazi.
Di samping keahliannya dalam ilmu tafsir dan usul-fikih, ia juga ahli dalam ilmu hadis. Hadis dipelajarinya dari ahli-ahli hadis terkemuka, seperti Abul-Abbas alAsam an-Naisaburi, Abdullah ibnu Ja`far ibnu Faris al-Asbihani, Sulaiman ibnu Ahmad at-Tabrani, dan Abdul-Baqi bin Qani. Dari gurunya yang disebut terakhir ini banyak ia meriwayatkan hadis yang banyak ditemui dalam kitab tafsirnya Ahkran al-Qur’an.
Ia terkenal rajin dalam mendalami fikih Hanafi dari ulama-ulama terkemuka di waktu itu, sehingga akhirnya menjadi seorang yang alim dalam mazhab tersebut dan menjadi panutan masyarakat di Bagdad. Di negeri itu ia membuat halaqah pengajian secara rutin. Banyak ulama-ulama terkemuka terutama dari kalangan mazhab Hanafi yang keluaran dari halaqah pengajiannya. Di antaranya ialah Abu Abdullah Muhammad bin Yahya al-Jurjani, Syekh al-Qaduri dan Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin az-Za`farani.
Al-Jassas sangat terpengaruh dengan pribadi gurunya Abu al-Hasan al-Karkhi. Gurunya tersebut terkenal dalam sejarah sebagai seorang yang qand’ah (mencukupkan apa adanya), sabar atas kekurangan, banyak puasa, sedikit tidur malam karena banyak melakukan salat, wara (selalu menghindarkan diri dari maksiat dan syubhat) dan zuhud (tidak mementingkan kesenangan duniawi). Sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh gurunya itu melekat pula pada al-Jassas. Dalam kehidupannya ia selalu menghabiskan waktunya dalam ilmu pengetahuan. Beberapa kali ia ditawari untuk menduduki jabatan hakim, namun ditolaknya dengan alasan tidak punya waktu lapang untuk itu.
Di samping ia menimba ilmu pengetahuan dari ulama-ulama di Irak, atas nasihat gurunya Abu al-Hasan al-Karkhi, ia juga mengadakan perlawatan ke beberapa negeri, seperti ke al-Ahwaz, kemudian ke Naisabur bersama al-Hakim Abu Abdullah an-Naisaburi. Waktu ia berada di Naisabur, diberitakan bahwa gurunya Abu al-Hasan al-Karkhi meninggal dunia di Bagdad, pada 340 H dalam usia 80 tahun.
Di samping mengajar, kegiatan ilmiah yang ditekuni al-Jassas ialah karang-mengarang. Banyak karya-karya ilmiahnya dalam berbagai bidang ilmu keislaman. Antara lain ialah. kitab Usul al-Jassas. Kitab tersebut merupakan salah satu kitab-kitab Usul standar dalam mazhab Hanafi. Pada mulanya kitab tersebut dijadikannya sebagai mukadimah dari kitab Tafsirnya AhWm al-Qur’an. Kitabnya yang disebut terakhir ini sudah beberapa kali dicetak dan beredar. Karyanya yang lain ialah kitab
Syarh Mukhtasar al-Karkhi dalam bidang fikih. Kitab Syarh Mukhtasar at-Tahawi, Syarh al-Jarni` as-Saghir wa al-Jami` alKabir oleh Muhammad bin al-Hasan asySyaibani, kitab Syarh al-Asmd al-Husnd, dan Kitab JawcTb al-Masdil.
Al-Jassas hidup pada waktu umat Islam sudah mulai melemah di bidang ijtihad. Tidak terkendalinya ijtihad, dan tidak pastinya kriteria mujtahid menambah kekhawatiran pihak-pihak tertentu akan bermunculannya fatwa-fatwa yang dinilai kurang bertanggung jawab. Kondisi yang demikian dijadikan alasan oleh para ulama waktu itu untuk mengumandangkan bahwa pintu ijtihad sudah ditutup. Hal itu terjadi pada pertengahan terakhir abad ke4, pada masa hidup al-Jassas. Oleh sebab itu, sebagian ulama seperti Ahmad bin Sulaiman ar-Rumi meletakkan Jassas sebagai seorang ulama muciallid (yang bertaklid), yang peranannya dalam mazhab Hanafi hanya sebagai penjelas dari fatwa-fatwa yang belum begitu jelas, atau merinci dan mengembangkan prinsip-prinsip hukum yang sudah ada, lalu masalah-masalah dapat dianalogikan kepadanya. Sebagai contoh praktis dari hal tersebut dapat dilihat dalam kitab tafsirnya Ahkeim al-Qur’an. Kitab Tafsir yang terdiri dari tiga Juz itu banyak mengungkap masalah hukum dari aliran Hanafi yang dihubungkannya dengan dalil-dalil al-Quran. Hukum-hukum yang disebutnya itu walaupun bukan masalah baru, akan tetapi ia sempat memperjelas dalil dan permasalahannya. Dalam usahanya untuk menjelaskan fikih Hanafi, jelas sekali kelihatan keahliannya dalam ilmu Usul-Fikih. Setiap bahasan yang menyangkut hukum selalu dirujukkannya kepada kaidah-kaidah usul-fikih yang berlaku. Dan memang seperti dikemukakan di atas, Usul al Jassas pada mulanya adalah sebagai mukadimah dari kitab tafsirnya tersebut. Tujuannya ialah agar setiap usaha istimbat (penarikan) hukum dari alQuran, berpedoman kepada kaidah-kaidah Usul-Fildh.
Jassas wafat pada Ahad, 7 Zulhijjah, 370 H dalam usia 65 tahun.