Pangeran Antasari, (1808-1863). Sejak pertengahan abad ke 18 Belanda (VOC) berusaha keras untuk menguasai Kerajaan Banjarmasin. Pada masa pemerintahan Pangeran Nata (Tahmidillah H, 1787-1808) Belanda berhasil mewujudkan maksud-maksud politik kolonialismenya dengan menyatakan bahwa Kerajaan Banjarmasin sebagai daerah kekuasaannya. Pada sekitar pertengahan abad ke-19, khususnya sepeninggal Sultan Adam (1825-1857), terjadi perselisihan antara Belanda dengan rakyat Banjar. Perselisihan itu, terutama, berkisar tentang siapa pengganti Sultan. Belanda sengaja memilih Pangeran Tamjid yang tidak disukai rakyat. Sedangkan rakyat berusaha keras memilih Pangeran Hidayat, cucu Sultan Adam. Akibat dari perselisihan ini menimbulkan peperangan hebat yang terkenal dengan Perang Banjar (1859–1863).
Dalam situasi kemelut seperti ini, muncul seorang tokoh pemersatu rakyat yang terpecah belah oleh politik kolonialisme Belanda, Pangeran Antasari. Ia melancarkan politik gerilyanya berawal dan pengepungan daerah central kekuasaan ekonomi kolonialisme, tambang batu bara Oranye Nassau di Pengaron. Peristiwa ini terjadi pada 28 April 1859. Tahun ini tercatat sebagai awal peperangan Banjar, yang menelan waktu tidak kurang dari empat tahun lamanya. Sepeninggal Pangeran Antasari (11 Oktober 1863), peperangan yang belum tuntas sepenuhnya terus dilanjutkan oleh rakyat Banjar.